Judul : Daun yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin
Pengarang : Tere-Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Ketujuh, September 2012
Jumlah halaman : 264 halaman
Pengarang : Tere-Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Ketujuh, September 2012
Jumlah halaman : 264 halaman
“Dia
bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari
kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh,
sekolah, dan janji-janji masa depan yang lebih baik. Dia sungguh bagai malaikat
bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa
mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan
membiarkan mekar perasaan ini. Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga
kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah
itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua. Sekarang,
ketika dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang
tidak tahu diri, biarlah… biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun… daun
yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai
pohonnya”
Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin,
berkisah tentang kenangan dan cinta yang dialami oleh seorang gadis cantik dan
pintar bernama Tania. Seperti sebuah lego yang disusun satu persatu hingga
menjadi utuh, kisah dalam novel yang di tulis oleh Tere Liye ini sanggup
menghanyutkan hati pembaca pada setiap potongan ceritanya. Ketika berumur 11
tahun, kerasnya kehidupan membuat Tania dan Dede—adik Tania—terpaksa mencari
uang dengan mengamen dari satu bus kota ke bus yang lainnya, hal tersebut
mereka lakukan demi menghidupi diri mereka dan sang ibu yang sakit-sakitan.
Ayah Tania meninggal ketika Tania berumur 8 tahun.
Sejak saat itu pula kehidupan mereka yang pas-pasan berbalik menjadi serba kekurangan. Tania, Dede, dan Ibunya diusir dari rumah kontrakan lalu memutuskan untuk tinggal di rumah kardus dekat dengan sungai dan tempat pembuangan. Ketika Tania dan Dede sedang mengamen, tanpa sengaja Tania menginjak sebuah paku payung pada telapak kaki tanpa alasnya. Tania kecil mencoba menahan rasa sakit sementara adiknya hanya bisa panik tanpa tahu harus melakukan apa. Orang-orang dalam bus hanya melirik Tania yang kesakitan tanpa rasa iba. Ketika itulah, seorang pria muda datang menolong dan membalut kaki Tania dengan sapu tangan putih miliknya. Pria itu bernama Danar, malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk merubah kehidupan Tania, Dede, dan Ibunya. Lambat laun setelah beranjak dewasa, gadis itu akhirnya sadar bahwa perasaan lugu yang diam-diam tumbuh di hatinya sejak dulu bukanlah perasaan biasa selayaknya seorang adik kepada kakaknya. Danar menjadi pria yang membuka babak baru yang lebih baik dalam kehidupan Tania, juga menjadi cinta pertama baginya. Salahkah perasaan ini? Salahkah bila Tania menyukai seseorang itu, seseorang yang menjadi malaikat bagi keluarganya?
Sejak saat itu pula kehidupan mereka yang pas-pasan berbalik menjadi serba kekurangan. Tania, Dede, dan Ibunya diusir dari rumah kontrakan lalu memutuskan untuk tinggal di rumah kardus dekat dengan sungai dan tempat pembuangan. Ketika Tania dan Dede sedang mengamen, tanpa sengaja Tania menginjak sebuah paku payung pada telapak kaki tanpa alasnya. Tania kecil mencoba menahan rasa sakit sementara adiknya hanya bisa panik tanpa tahu harus melakukan apa. Orang-orang dalam bus hanya melirik Tania yang kesakitan tanpa rasa iba. Ketika itulah, seorang pria muda datang menolong dan membalut kaki Tania dengan sapu tangan putih miliknya. Pria itu bernama Danar, malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk merubah kehidupan Tania, Dede, dan Ibunya. Lambat laun setelah beranjak dewasa, gadis itu akhirnya sadar bahwa perasaan lugu yang diam-diam tumbuh di hatinya sejak dulu bukanlah perasaan biasa selayaknya seorang adik kepada kakaknya. Danar menjadi pria yang membuka babak baru yang lebih baik dalam kehidupan Tania, juga menjadi cinta pertama baginya. Salahkah perasaan ini? Salahkah bila Tania menyukai seseorang itu, seseorang yang menjadi malaikat bagi keluarganya?
Sudut pandang orang pertama yang digunakan
oleh Tere Liye dalam novel ini membuat emosi dan penyampaian melalui sudut
pandang Tania menjadi cukup baik dan dapat dinikmati pembaca. Alur maju-mundur
yang penulis ingin coba sampaikan dalam bercerita sama sekali tidak
membingungkan pembaca. Sang penulis sangat baik dalam merangkai sebuah cerita
hingga menemukan benang merahnya. Walau ini adalah kali pertama saya membaca
novel karya Tere Liye, nampaknya saya mulai jatuh cinta dengan gaya penulisan
yang sederhana namun bermakna khas beliau. Satu hal yang membuat saya ingin
memberikan komentar pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin yaitu
karakter Danar yang saya rasa kurang terlihat dan melekat di dalam cerita.
Mungkin karena di dalam novel ini, Tania seolah bercerita mengenai dirinya dan
perasaan cintanya, juga ia menceritakan tokoh Danar dari sudut pandangnya.
“…. Daun yang jatuh tak pernah membenci angin…. Dia membiarkan dirinya jatuh
begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya….”
(dia)
Yeaa ,saya merasa novel ini mampu menggugah
hati saya. Selalu saja air mata saya hampir terjatuh setiap membaca dari
halaman satu ke halaman berikutnya. Novel ini indah. Meskipun akhir dari
ceritanya, bisa dibilang tidak begitu bahagia. Bagi Anda penggemar novel-novel
inspiratif bertemakan percintaan, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
sangat saya rekomendasikan. Anda pasti tidak akan menyesal membacanya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar